Jangan Sekali-sekali Melupakan Sejarah. Tempatkan sesuatu pada tempatnya. Tempatkan impiannmu dimasa depan, dan jadikan sejarah sebagai tempat mencari pelajaran. Jika anda ingin melupakan sejarah, maka mengapa anda ingin di ingat oleh sejarah di masa depan.

Sejarah Indonesia

Masa Herman Willem Daendels
Sejak Belanda jatuh ke tangan Perancis pada tahun 1795, Belanda diubah namanya menjadi repuplik Bataaf dan diperintah oleh Louis Napoleon, adik kaisar Napoleon Bonaparte. Di samping itu, pemerintah Perancis mengkhawatirkan keadaan di Pulau Jawa sebagai daerah jajahan Belanda akan direbut oleh Inggris yang saat itu tidak berhasil dikuasai oleh Perancis. Oleh karena itu, pada tanggal 1 Januari 1808 Louis Napoleon mengutus Herman W. Daendels ke Pulau Jawa.
Daendels menjalankan pemerintahannya dengan memberantas sistem feodal yang sangat diperkuat oleh VOC. Untuk mencegah penyalahgunaaan, kekuasaan, serta hak – hak bupati mulai dibatasi, terutama yang menyangkut penguasaan tanah dan pemakaian tenaga rakyat. Baik wajib taam dan wajib kerja hendak dihapuskannya. Hal ini tidak hanya akan mengurangi pemerasan oleh para penguasatetapi juga lebih selaras dengan prinsip kebebasan berdagang. Kondisi pada waktu itu menjadi hambatan pokok bagi pelaksanaan ide – ide bagus tersebut.
Keadaan yang masih berlaku zaman VOC ialah bahwa para bupati dan penguasa daerah lainnya masih memegang peranan dalam perdagangan. Sebagai perantara mereka memperoleh keuntungan antara lain berupa prosenan kultur, ialah persentase tertentu dari harga tafsiran penyerahan wajib dan kontingen yang dipungut dari rakyat. Sistem itu membawa akibat bahwa pasaran bebas tidak berkembang dan tidak muncul suatu golongan pedagang, suatu unsur sosial yang lazim berperan penting dalam proses liberalisasi masyarakat feodal atau tertutup.
Faktor penghambat kedua ialah bahwa dalam struktur feodal itu kedudukan bupati sangat kuat, sehingga setiap tindakan perubahan tidak dapat berjalan tanpa kerjasama mereka. Kepemimpinannya berakar kuat dalam masyarakat sehinnga tidak mudah menggeser kedudukannya, jangankan mengurangi kekuasaan dan wewenangnya.
Faktor ketiga terdapat dalam tugas pemerintahan Daendels sendiri yang perlu mempertahankan Pulau Jawa terhadap serangan Inggris sehubungan dengan itu perhubungan di Jawa perlu dibangun, antara lain pembuatan jalan raya yang menghubungkan daerah – daerah di Jawa dari Anyer sampai Panarukan, kemudian terkenal sebagai jalan Raya Pos (Grote Postweg). Untuk keperluan pembangunan raksasa ini dibutuhkan tenaga rakyat, maka dari itu wajib kerja (verplichte diensten) dipertahankan. Disamping itu wajib penyerahan juga masih berlaku, sehingga pada masa pemerintahan Daendels sebenarnya sistem tradisional masih berjalan terus.
Sesuai dengan prinsip – prinsip kebijaksanaannya Daendels membatasi kekuasaan para raja, antara lain hak mengangkat penguasa daerah diatur kembali, termasuk larangan untuk menjual belikan jabatan itu. Karena mengadakan pemberontakan maka kesultanan Banten dihapuskan.
Pada tanggal 15 Januari 1808 Daendels menerima kekuasaan dari Gubernur Jenderal Weise. Daendels dibebani tugas mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris, karena Inggris telah menguasai daerah kekuasaan VOC di Sumatera, Ambon, dan Banda.
Sebagai gubernur jenderal, langkah – langkah yang ditempuh daendels antara lain :
1). Meningkatkan jumlah tentara dengan jalan mengmbil dari berbagai suku bangsa di Indonesia.
2). Membangun pabrik senjata di Semarang dan Surabaya.
3). Membangun pangkalan armada di Anyer dan Ujung Kulon.
4). Membangun jalan raya dari Anyer hingga Panarukan, sepanjang kurang lebih 1100 KM.
Dengan dibangunnya jalan Raya Pos diletakkannya prasarana yang sangat penting bagi perkembangan ekonomi sosial dan politik Jawa, tidak hanya dalam bidang transportaasi tetapi juga dalam bidang administrasi pemerintahan dan mobilitas sosial.
5). Membangun benteng – benteng pertahanan.
           
Dalam rangka mewujudkan langkah – langkah tersebut Daendels menerapkan system kerja paksa (rodi). Selain menerapkan kerja paksa Daendels melakukan berbagai usaha untuk mengumpulkan dana dalam menghadapi Inggris. Langkah tersebut antara lain :
1.      Mengadakan penyerahan hasil bumi (contingenten).
2.      Memaksa rakyat – rakyat menjual hasil buminya kepada pemerintah Belanda dengan harga murah (verplischte leverantie).
3.      Melaksanakan preanger stelsel, yaitu kewajiban yang dibebankan kepada rakyat Priangan untuk menanam kopi.
4.      Menjual tanah – tanah Negara kepada pihak swasta asing seperti kepada Han Ti Ko seorang pengusaha Cina.

Daendels merupakan penguasa yang disiplin, tegas, dan kejam, sehingga dikenal sebagai gubernur jenderal yang bertangan besi. Ia juga dijuluki Tuan Besar Guntur atau Jenderal Mas Galak. Tindakan Daendels ini di mata orang Belanda sendiri ternyata sangat dibenci. Daendels ternyata juga menjual tanah milik negara kepada pengusaha swasta asing, berarti ia telah melanggar Undang – Undang negara. Hal tersebut mengakibatkan ia dipanggil pulang ke negerinya dan diganti Jenderal Jessen pada tahun 1811.






Kebijakan Tanam Paksa (Cultuurstelsel) di Indonesia

Cultuurstelsel (harafiah: Sistem Kultivasi atau secara kurang tepat diterjemahkan sebagai Sistem Budaya) yang oleh sejarawan Indonesia disebut sebagai Sistem Tanam Paksa, adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada tahun 1830 yang mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor, khususnya kopi, tebu, dan tarum (nila). Hasil tanaman ini akan dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga yang sudah dipastikan dan hasil panen diserahkan kepada pemerintah kolonial. Penduduk desa yang tidak memiliki tanah harus bekerja 75 hari dalam setahun (20%) pada kebun-kebun milik pemerintah yang menjadi semacam pajak.
Sistem tanam paksa berangkat dari asumsi bahwa desa-desa di Jawa berutang sewa tanah kepada pemerintah, yang biasanya diperhitungkan senilai 40% dari hasil panen utama desa yang bersangkutan. Van den Bosch ingin setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya untuk ditanam komoditi ekspor ke Eropa (kopi, tebu, dan nila). Penduduk dipaksa untuk menggunakan sebagian tanah garapan (minimal seperlima luas, 20%) dan menyisihkan sebagian hari kerja untuk bekerja bagi pemerintah.
Dengan mengikuti tanam paksa, desa akan mampu melunasi utang pajak tanahnya. Bila pendapatan desa dari penjualan komoditi ekspor itu lebih banyak daripada pajak tanah yang mesti dibayar, desa itu akan menerima kelebihannya. Jika kurang, desa tersebut mesti membayar kekurangan tadi dari sumber-sumber lain. Sistem tanam paksa diperkenalkan secara perlahan sejak tahun 1830 sampai tahun 1835. Menjelang tahun 1840 sistem ini telah sepenuhnya berjalan di Jawa. Pemerintah kolonial memobilisasi lahan pertanian, kerbau, sapi, dan tenaga kerja yang serba gratis. Komoditas kopi, teh, tembakau, tebu, yang permintaannya di pasar dunia sedang membubung, dibudidayakan.
Bagi pemerintah kolonial Hindia Belanda, sistem ini berhasil luar biasa. Karena antara 1831-1871 Batavia tidak hanya bisa membangun sendiri, melainkan punya hasil bersih 823 juta gulden untuk kas di Kerajaan Belanda. Umumnya, lebih dari 30 persen anggaran belanja kerajaan berasal kiriman dari Batavia. Pada 1860-an, 72% penerimaan Kerajaan Belanda disumbang dari Oost Indische atau Hindia Belanda. Langsung atau tidak langsung, Batavia menjadi sumber modal. Misalnya, membiayai kereta api nasional Belanda yang serba mewah. Kas kerajaan Belanda pun mengalami surplus. Badan operasi sistem tanam paksa Nederlandsche Handel Maatchappij (NHM) merupakan reinkarnasi VOC yang telah bangkrut.
Akibat tanam paksa ini, produksi beras semakin berkurang, dan harganya pun melambung. Pada tahun 1843, muncul bencana kelaparan di Cirebon, Jawa Barat. Kelaparan juga melanda Jawa Tengah, tahun 1850. Sistem tanam paksa yang kejam ini, setelah mendapat protes keras dari berbagai kalangan di Belanda, akhirnya dihapus pada tahun 1870, meskipun untuk tanaman kopi di luar Jawa masih terus berlangsung sampai 1915. Program yang dijalankan untuk menggantinya adalah sistem sewa tanah dalam UU Agraria 1870.

 ATURAN TANAM PAKSA

·         Tuntutan kepada setiap rakyat Indonesia agar menyediakan tanah pertanian untuk cultuurstelsel tidak melebihi 20% atau seperlima bagian dari tanahnya untuk ditanami jenis tanaman perdagangan.

·         Pembebasan tanah yang disediakan untuk cultuurstelsel dari pajak, karena hasil tanamannya dianggap sebagai pembayaran pajak.

·         Rakyat yang tidak memiliki tanah pertanian dapat menggantinya dengan bekerja di perkebunan milik pemerintah Belanda atau di pabrik milik pemerintah Belanda selama 66 hari atau seperlima tahun.
·         Waktu untuk mengerjakan tanaman pada tanah pertanian untuk Culturstelsel tidak boleh melebihi waktu tanam padi atau kurang lebih 3 (tiga) bulan
·         Kelebihan hasil produksi pertanian dari ketentuan akan dikembalikan kepada rakyat
·         Kerusakan atau kerugian sebagai akibat gagal panen yang bukan karena kesalahan petani seperti bencana alam dan terserang hama, akan di tanggung pemerintah Belanda
·         Penyerahan teknik pelaksanaan aturan tanam paksa kepada kepala desa

Serangan-serangan dari orang-orang non-pemerintah mulai menggencar akibat terjadinya kelaparan dan kemiskinan yang terjadi menjelang akhir 1840-an di Grobogan,Demak,Cirebon. Gejala kelaparan ini diangkat ke permukaan dan dijadikan isu bahwa pemerintah telah melakukan eksploitasi yang berlebihan terhadap bumiputra Jawa. Muncullah orang-orang humanis maupun praktisi Liberal menyusun serangan-serangan strategisnya. Dari bidangsastra muncul Multatuli (Eduard Douwes Dekker), di lapangan jurnalistik muncul E.S.W. Roorda van Eisinga, dan di bidang politik dipimpin oleh Baron van Hoevell. Dari sinilah muncul gagasan politik etis.

Kritik kaum liberal

Usaha kaum liberal di negeri Belanda agar Tanam Paksa dihapuskan telah berhasil pada tahun 1870, dengan diberlakukannya UU Agraria, Agrarische Wet. Namun tujuan yang hendak dicapai oleh kaum liberal tidak hanya terbatas pada penghapusan Tanam Paksa. Mereka mempunyai tujuan lebih lanjut.
Gerakan liberal di negeri Belanda dipelopori oleh para pengusaha swasta. Oleh karena itu kebebasan yang mereka perjuangkan terutama kebebasan di bidang ekonomi. Kaum liberal di negeri Belanda berpendapat bahwa seharusnya pemerintah jangan ikut campur tangan dalam kegiatan ekonomi. Mereka menghendaki agar kegiatan ekonomi ditangani oleh pihak swasta, sementara pemerintah bertindak sebagai pelindung warga negara, menyediakan prasarana, menegakkan hukuman dan menjamin keamanan serta ketertiban.
UU ini memperbolehkan perusahaan-perusahaan perkebunan swasta menyewa lahan-lahan yang luas dengan jangka waktu paling lama 75 tahun, untuk ditanami tanaman keras seperti karet, teh, kopi, kelapa sawit, tarum (nila), atau untuk tanaman semusim seperti tebu dan tembakau dalam bentuk sewa jangka pendek.

Kritik kaum humani

Kondisi kemiskinan dan penindasan sejak tanam paksa dan UU Agraria, ini mendapat kritik dari para kaum humanis Belanda. Seorang Asisten Residen di Lebak, Banten, Eduard Douwes Dekker mengarang buku Max Havelaar (1860). Dalam bukunya Douwes Dekker menggunakan nama samaran Multatuli. Dalam buku itu diceritakan kondisi masyarakat petani yang menderita akibat tekanan pejabat Hindia Belanda.
Seorang anggota Raad van Indie, C. Th van Deventer membuat tulisan berjudul Een Eereschuld, yang membeberkan kemiskinan di tanah jajahan Hindia-Belanda. Tulisan ini dimuat dalam majalahDe Gids yang terbit tahun 1899. Van Deventer dalam bukunya menghimbau kepada Pemerintah Belanda, agar memperhatikan penghidupan rakyat di tanah jajahannya. Dasar pemikiran van Deventer ini kemudian berkembang menjadi Politik Etis.

Dampak Tanam Paksa

Dalam bidang pertanian :

Cultuurstelsel menandai dimulainya penanaman tanaman komoditi pendatang di Indonesia secara luas. Kopi dan teh, yang semula hanya ditanam untuk kepentingan keindahan taman mulai dikembangkan secara luas. Tebu, yang merupakan tanaman asli, menjadi populer pula setelah sebelumnya, pada masa VOC, perkebunan hanya berkisar pada tanaman "tradisional" penghasilrempah-rempah seperti lada, pala, dan cengkeh. Kepentingan peningkatan hasil dan kelaparan yang melanda Jawa akibat merosotnya produksi beras meningkatkan kesadaran pemerintah koloni akan perlunya penelitian untuk meningkatkan hasil komoditi pertanian, dan secara umum peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pertanian. Walaupun demikian, baru setelah pelaksanaan UU Agraria 1870 kegiatan penelitian pertanian dilakukan secara serius.

 

 

Dalam bidang sosial :

Dalam bidang pertanian, khususnya dalam struktur agraris tidak mengakibatkan adanya perbedaan antara majikan dan petani kecil penggarap sebagai budak, melainkan terjadinya homogenitas sosial dan ekonomi yang berprinsip pada pemerataan dalam pembagian tanah. Ikatan antara penduduk dan desanya semakin kuat hal ini malahan menghambat perkembangan desa itu sendiri. Hal ini terjadi karena penduduk lebih senang tinggal di desanya, mengakibatkan terjadinya keterbelakangan dan kurangnya wawasan untuk perkembangan kehidupan penduduknya.

Dalam bidang ekonomi :

Dengan adanya tanam paksa tersebut menyebabkan pekerja mengenal sistem upah yang sebelumnya tidak dikenal oleh penduduk, mereka lebih mengutamakan sistem kerjasama dan gotongroyong terutama tampak di kota-kota pelabuhan maupun di pabrik-pabrik gula. Dalam pelaksanaan tanam paksa, penduduk desa diharuskan menyerahkan sebagian tanah pertaniannya untuk ditanami tanaman eksport, sehingga banyak terjadi sewa menyewa tanah milik penduduk dengan pemerintah kolonial secara paksa. Dengan demikian hasil produksi tanaman eksport bertambah,mengakibatkan perkebunan-perkebunan swasta tergiur untuk ikut menguasai pertanian di Indonesia di kemudian hari.
Akibat lain dari adanya tanam paksa ini adalah timbulnya “kerja rodi” yaitu suatu kerja paksa bagi penduduk tanpa diberi upah yang layak, menyebabkan bertambahnya kesengsaraan bagi pekerja. Kerja rodi oleh pemerintah kolonial berupa pembangunan-pembangunan seperti; jalan-jalan raya, jembatan, waduk, rumah-rumah pesanggrahan untuk pegawai pemerintah kolonial, dan benteng-benteng untuk tentara kolonial. Di samping itu, penduduk desa se tempat diwajibkan memelihara dan mengurus gedung-gedung pemerintah, mengangkut surat-surat, barang-barang dan sebagainya. Dengan demikian penduduk dikerahkan melakukan berbagai macam pekerjaan untuk kepentingan pribadi pegawai-pegawai kolonial dan kepala-kepala desa itu sendiri.
   
Masa Gubernur Jenderal Thomas Stamford Bingley  Rafles di Indonesia
Raffles diangkat sebagai Letnan Gubernur Jawa pada tahun 1811, ketika Kerajaan Inggris mengambil alih jajahan-jajahan Kerajaan Belanda dan ia tidak lama kemudian dipromosikan sebagai Gubernur Sumatera, ketika Kerajaan Belanda diduduki oleh Napoleon Bonaparte dari Perancis.
Sewaktu Raffles menjabat sebagai penguasa Hindia-Belanda, ia telah mengusahakan banyak hal, yang mana antara lain adalah sebagai berikut: beliau mengintroduksi otonomi terbatas, menghentikan perdagangan budak, mereformasi sistem pertanahan pemerintah kolonial Belanda, menyelidiki flora dan fauna Indonesia, meneliti peninggalan-peninggalan kuno seperti Candi Borobudur dan Candi PrambananSastra Jawa serta banyak hal lainnya. Tidak hanya itu, demi meneliti dokumen-dokumen sejarah Melayu yang mengilhami pencarian Raffles akan Candi Borobudur, ia pun kemudian belajar sendiri Bahasa Melayu. Hasil penelitiannya di pulau Jawa dituliskannya pada sebuah buku berjudul: History of Java, yang menceritakan mengenai sejarah pulau Jawa. Dalam melakukan penelitiannya, Raffles dibantu oleh dua orang asistennya yaitu: James Crawfurd dan Kolonel Colin Mackenzie.
Istri Raffles, Olivia Mariamne, wafat pada tanggal 26 November 1814 di Buitenzorg dan dimakamkan di Batavia, tepatnya di tempat yang sekarang menjadiMuseum Prasasti. Di Kebun Raya Bogor dibangun monumen peringatan untuk mengenang kematian sang istri.
Kebijakan-Kebijakan Raffles di Bidang tertentu
Bidang Birokrasi dan Pemerintahan :
Langkah-langkah Raffles pada bidang pemerintahan adalah:
·         Membagi Pulau Jawa menjadi 18 keresidenan (sistem keresidenan ini berlangsung sampai tahun 1964)
·         Mengubah sistem pemerintahan yang semula dilakukan oleh penguasa pribumi menjadi sistem pemerintahan kolonial yang bercorak Barat
·         Bupati-bupati atau penguasa-penguasa pribumi dilepaskan kedudukannya yang mereka peroleh secara turun-temurun
·         Sistem juri ditetapkan dalam pengadilan


Bidang Ekonomi dan Keuangan :
Petani diberikan kebebasan untuk menanam tanaman ekspor, sedang pemerintah hanya berkewajiban membuat pasar untuk merangsang petani menanam tanaman ekspor yang paling menguntungkan. Penghapusan pajak hasil bumi (contingenten) dan sistem penyerahan wajib (verplichte leverantie) yang sudah diterapkan sejak zaman VOC. Menetapkan sistem sewa tanah (landrent) yang berdasarkan anggapan pemerintah kolonial. Pemungutan pajak secara perorangan.
Bidang Hukum :
Sistem peradilan yang diterapkan Raffles lebih baik daripada yang dilaksanakan oleh Daendels. Karena Daendels berorientasi pada warna kulit (ras), Raffles lebih berorientasi pada besar kecilnya kesalahan. Badan-badan penegak hukum pada masa Raffles sebagai berikut:
·         Court of Justice, terdapat pada setiap residen
·         Court of Request, terdapat pada setiap divisi
·         Police of Magistrate
Bidang Sosial :
Penghapusan kerja rodi (kerja paksa) dan penghapusan perbudakan, tetapi dalam praktiknya ia melanggar undang-undangnya sendiri dengan melakukan kegiatan sejenis perbudakan. Peniadaanpynbank (disakiti), yaitu hukuman yang sangat kejam dengan melawan harimau.
Bidang Ilmu Pengetahuan :
·      Ditulisnya buku berjudul History of Java di London pada tahun 1817 dan dibagi dua jilid
·         Ditulisnya buku berjudul History of the East Indian Archipelago di Eidenburg pada tahun 1820 dan dibagi tiga jilid
·         Raffles juga aktif mendukung Bataviaach Genootschap, sebuah perkumpulan kebudayaan dan ilmu pengetahuan
·         Ditemukannya bunga Rafflesia Arnoldi
·         Dirintisnya Kebun Raya Bogor
·         Memindahkan Prasasti Airlangga ke CalcuttaIndia sehingga diberi nama Prasasti Calcutta
Dari kebijakan ini, salah satu pembaruan kecil yang diperkenalkannya di wilayah kolonial Belanda adalah mengubah sistem mengemudi dari sebelah kanan ke sebelah kiri, yang berlaku hingga saat ini.






PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA

       Pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945, dua kota besar di Jepang dibom atom oleh Sekutu. Hal ini membuat Jepang untuk menyerah kepada Sekutu. Apalagi disusul dengan pengumuman perang Rusia kepada Jepang pada tanggal 8 Agustus, langsung dari Mancuria menyerbu Korea dan terus masuk ke Jepang dengan merebut Sakhalin semakin memaksa Jepang untuk menyerah kepada Amerika Serikat (Sekutu).
            Pada tanggal 9 Agustus 1945 berangkatlah tiga orang tokoh, yaitu Ir. Soekarno, Moh. Hatta, dan Dr. Rajiman Wediodiningrat, diiringi dokter pribadi Dr. Soeharto dan diantar oleh Miyosi ke Saigon untuk memenuhi panggilan dari Terauchi. Dalam pertemuan di kota Dalath, Terauchi menyampaikan kepada ketiga orang pemimpin tersebut bahwa pemerintah Jepang telah memutuskan untuk memberikan kemerdekaan kepada Indonesia pada tanggal 24 Agustus 1945. Untuk melaksanakan hal itumaka dibentuk PPKI yang bertugas mempercepat usaha itu. Badan ini meskipun dibentuk oleh Jepang, tetapi diizinkan melakukan segala sesuatunya menurut pendapat dan kesanggupan bangsa Indonesia sendiri. Tetapi  dalam melakukan kewajiban itu PPKI harus memperhatikan hal, yaitu syarat – syarat untuk mencapai kemerdekaan ialah menyelesaikan perang yang sekarang sedang dihadapi, karena itu harus mengerahkan tenaga sebesar – besarnya dan bersama – sama dengan pemerintah Jepang meneruskan perjuangan untuk memperoleh kemenangan akhir dalam perang Asia Timur Raya. Selain itu, kemerdekaan bangsa Indonesia itu merupakan anggota Lingkungan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya. 
            Sekembalinya ketiga tokoh pemimpin tersebut ke tanah air, Ir. Soekarno dan Moh. Hatta mengumumkan bahwa kemerdekaan hanya tinggal menunggu waktu saja dengan bantuan dari Jepang melaui suatu Badan bentukan Jepang. Mendengar pengumuman tersebut, para golongan muda lantas menolak kemerdekaan itu. Mereka beranggapan bahwa kemerdekaan itu adalah pemberian dari Jepang dan bukan atas usaha perjuangan bangsa Indonesia sendiri. Kemerdekaan seperti itu juga akan dicap oleh Sekutu bahwa Indonesia adalah buatan Jepang, maka harus dihancurkan. Sejak saat itu pertentangan pendapat antara golongan muda dan golongan tua.
            Akibat perbedaan pendapat itu maka pagi hari sekitar pukul 04.00 tanggal 16 Agustus 1945 Soekarno – Hatta diculik oleh Sudanco Singgih dan Sukarni dibawa ke Rengasdengklok, kira – kira 15 km dari Karawang (Harian Kompas 3 – 9 – 1981: IV – V). Dipilihnya Rengasdengklok karena tempat tersebut oleh komandan kompi Subeno telah diamankan dari pengaruh Jepang. Di sana mereka membahas mengenai perbedaan pendapat tentang kemerdekaan Indonesia.

            Untunglah perbedaan dapat pendapat tersebut dapat dijembatani oleh Ahmad Subarjo, seorang tokoh pemuda yang bekerja di angkatan laut Jepang. Setelah itu diadakan pertemuan di rumah seorang pembesar angkatan laut Jepang, Laksaman Muda Maeda di Jalan Imam Bonjol no. 1 Jakarta.

1. Detik – Detik Sekitar Proklamasi
            Pertemuan di rumah Laksamana Maeda menghasilkan suatu keputusan yang sangat penting, yaitu sepakat untuk segera mencetuskan kemerdekaan. Soekarno menuliskan sebuah konsep, kemudian Ahmad Subarjo (penasihat) mendiktekan kalimat pertama “Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia” yang merupakan kalimat yang dikutip dari sebagian Piagam Jakarta. Kemudian Moh. Hatta menyempurnakannya dengan kalimat kedua : hal – hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain – lain diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat – singkatnya. (Ahmad Subarjo, 1972: 108 – 109).
            Setelah teks selesai disusun, lalu dibacakan di hadapan pemuka – pemuka bangsa yang menunggunya. Di situ teks dimusyawarahkan, iisi atau bunyinya. Setelah disepakati, timbul masalah siapa  yang akan menandatanganinya. Apakah seperti halnya konstitusi Amerika, semua oang yang hadir yang menandatangani, supaya kelak dapat diketahui oleh generasi selanjuutnya. Chairul Shaleh tidak setuju apabila teks tersebut ditandatangani oleh anggota PPKI. Akhirnya ditemukan jalan keluar oleh Sukarni dan disetujui oleh semua yang hadir agar ditandatangani oleh Soekarno dan Hatta, atas nama bangsa Indonesia. Selanjutnya konsep tulisan tangan tersebut diketik oleh Sayuti Melik dengan diadakan sedikit perubahan. Barulah teks yang sudah diketik itu ditandatangani oleh Soekarno – Hatta. Bentuk yang terakhir ini yang disebut naskah proklamasi yang otentik. (Nugroho Notosusanto,11 – 13).
            Konsep teks naskah Proklamasi yang ditulis dengan yang diketik telah mengalami sedikit perubahan, yaitu :
Konsep teks naskah Proklamasi yang ditulis tangan
Konsep teks naskah Proklamasi yang diketik
-          tempoh (memakai h)
-          tempo (tidak pakai h)
-          Wakil – wakil bangsa Indonesia
-          Atas nama bangsa Indonesia
-          belum ada tanda tangan
-          terdapat atau telah ditandatangani oleh Soekarno – Hatta

Tanggal 17 Agustus 1945 hari Jumat Legi sekitar jam 10.00 WIB upacara pembacaan teks proklamasi kemerdekaan dimulai. Bertempat di rumah Bung Karno jalan Pegangsaan Timur no. 56 Jakarta. Pengibaran bendera kebangsaan Sang Merah Putih dilakukan oleh Latif Hendradiningrat ( Moh. Hatta, 282 – 283). Tanpa menyanyikan lagu Indonesia Raya, kemudian Ir. Soekarno yang didampingi Moh. Hatta mengucapkan suatu “pidato proklamasi” yang diucapkan sebelum dan sesudah membaca teks proklamasi. Pidato Bung Karno ini memiliki nilai sejarah yang amat tinggi.
            Berita mengenai kemerdekaan ini disiarkan oleh kantor berita Domei sehingga rakyat Indonesia dapat mengetahuinya dan mereka menyambut berita tersebut dengan kebanggaan dan kegembiraan. Kira – kira setelah setengah jam barulah pihak Jepang mengetahui berita tersebut. Dengan cepat dikeluarkanlah perintah penarikan kembali berita proklamasi itu dengan alasan ada kekeliruan. Namun berita sudah terlanjur terdengar ke mana – mana  sehingga tidak ada tafsiran lain kecuali bahwa bangsa Indonesia telah mengumumkan kemerdekaannya.Usaha lain yang dilakukan untuk membatalkan proklamasi itu ialah memanggil Soekarno dan Hatta untuk mempertanggungjawabkan tindakannya (Slamet Mulyono, 187).

2. Naskah Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia


PROKLAMASI

Kami bangsa indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan indonesia.
Hal – hal jang mengenai pemindahan kekoesaan d.l.l. diselenggarakan dengan tjara saksama dan dalam tempo jang sesingkat – singkatnja.

Djakarta, hari  boelan 17 Agustus tahun ‘05
                                                                             Atas nama bangsa Indonesia
                                                                                
                                                                                  ( ttd )

                                                                           Soekarno – Hatta

3. Pidato Proklamasi oleh Bung Karno
            Saoedara – saoedara sekalian
            Saja telah meminta saoedara – saoedara oentoek hadir di sini oentoek menjaksikansatoe peristiwa maha pentinng dalam sedjarah kita
            Berpoeloeh – poeloeh tahoen kita Bangsa Indonesia telah berdjoeang oentoek kemerdekaan tanah air kita. Bahkan telah beratoes – ratoes tahoen.  
Gelombangja aksi kita oentoek mentjapai kemerdekaan kita itoe ada naiknja ada turunnja, tetapi djiwa kita tetap menoejoe tjita – tjita.
Djoega di dalam zaman Djepang, oesaha kita oentoek mentjapai kemerdekaan nasional tidak berhenti – henti. Di dalam zaman Djepang ini, tampaknja sadja kita menjandarkan diri kepada mereka. Tetapi pada hakekatnya, tetap kita menjoesoen tenaga kita sendiri, tetap kita pertjaja kepada kekoeatan sendiri.
Sekarang tibalah saatnja kita benar – benar mengambil nasib bangsa dan nasib tanah air di dalam tangan sendiri, akan dapat berdiri dengan koeatnja.
Maka kami, tadi malam telah mengadakan moesjawarah dengan pemoeka – pemoeka Rakjat Indonesia dari seloeroeh Indonesia. Permoesjawaratan itoe seia sekata berpendapat, bahwa sekaranglah datang saatnja oentoek menjatakan kemerdekaan kita.
            Saoedara – saoedara dengan ini kita njatakan keboelatan tekad itoe.
            Dengarkanlah proklamasi kami:
PROKLAMASI
Kami bangsa indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan indonesia.
Hal – hal jang mengenai pemindahan kekoesaan d.l.l. diselenggarakan dengan tjara saksama dan dalam tempo jang sesingkat – singkatnja.

Djakarta, hari  boelan 17 Agustus tahun ‘05
Atas nama bangsa Indonesia
                                                                                               
                                                ( ttd )
             Soekarno – Hatta
            Demikianlah saoedara – saoedara
            Kita sekarang telah merdeka
            Tidak ada soeatoe ikatan lagi jang mengikat Tanah Air kita dan Bangsa kita.
            Moelai saat ini kita menjoesoen Negara kita Negara Merdeka, Negara Republik Indonesia, kekal dan abadi.
            Insja Allah, Tuhan memberkati kemerdekaan kita itoe.

4. Arti dari Kemerdekaan Indonesia
Dengan diproklamirkan Kemerdekaan Bangsa Indonesia, berarti bahwa Bangsa Indonesia telah menyatakan dengan secara formal, baik kepada dunia luar maupun kepada Bangsa Indonesia sendiri, bahwa mulai saat itu Bangsa Indonesia telah merdeka. Merdeka berarti bahhwa mulai pada saat itu Bangsa Indonesia telah mengambil sikap untuk menentukan sendiri nasib bangsa dan nasib tanah airnya dalam segala bidang.
            Oleh karena itu pernyataan kemerdekaan, berarti bahwa mulai pada saat itu telah berdiri Negara baru, yaitu Negara Republik Indonesia. Bersamaan pada saat itu berdiri pula Tatahukum dan Tatanegaranya. Saat berdirinya Negara Republik Indonesia adalah bersamaan dengan berdirinya Tatahukum Indonesia beserta dengan Tatanegaranya, yaitu pada saat Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.

5. Hubungan antara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dengan Tatahukum dan Negara Republik Indonesia
a) Hubungan antara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dengan Tatahukum dan Negara Republik Indonesia.
Dengan dinyatakannya Kemerdekaan Bangsa Indonesia, dilihat dari segi hukum, berarti bahwa Bangsa Indonesia telah memutuskan ikatan dengan Tatananhukum yang sebelumnya, yaitu baik Tatananhukum Hindia Belanda maupun Tatananhukum Pendudukan Jepang. Dengan perkataan lain Bangsa Indonesia sejak saat itu telah mendirikan Tatananhukum Baru, yaitu Tatahukum Indonesia, yang berisikan hokum Indonesia, yang ditentukan dan akan dilaksanakan sendiri oleh Bangsa Indonesia.
Yang menjadi dasar hokum daripada Tatananhukum yang Baru ini ialah “Proklamasi Kemerdekaan” itu sendiri. Segala macam aturan – hukum yang merupakan atau akan merupakan bagian daripada Tatahukum Indonesia adalah berpangkal kepada Proklamasi Kemerdekaan, sehingga Proklamasi ini menjadi dasar dari berlakunya segala macam aturan dan ketentuan hukum tadi. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia adalah merupakan “norma – pertama” daripada Tatahukum Indonesia.

b) Pengertian “norma – pertama”.
                        Norma – pertama ada yang menyebutnya dengan istilah lain, yaitu “norma – dasar”, atau ada pula yang menyebutnya “aturan – dasar”, atau istilah yang lain lagi, misalnya Prof. Muh. Yamin menyebutnya dengan “Maha – sumber daripada segala aturan hokum”.
            Dimaksud dengan norma – dasar di sini ialah sebuah norma/aturan/ketentuan hukum yang perttama adanya pada Tatahukum yang bersangkutan, oleh karena itu norma/aturan/ketentuan tersebut menjadi dasar bagi berlakunya segala macam norma/aturan/ketentuan hokum yang lainnya.
            Berlakunya norma – pertama tidak mungkin dapat dicari dasar hukumnya, kekuatan berlakunya, kepada norma/aturan/ketentuan hukum yang lainnya yang sebelumnya. Selama suatu norma/aturan/ketentuan secara hukum masih dapat dicari dasar hukumnya, kekuatan berlakunya kepada norma/aturan/kekuatan hukum yang lainnya maka itu bukan norma – pertama. Timbulnya norma – pertama membawa konsekuensi timbulnya Tatahukum yang hakikatnya adalah Tatahukum baru, maka soal timbulnya norma – pertama pada hakikatnya membawa pula timbulnya Negara yang baru. 

c) Proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagai norma – pertama tidak dapat dicari kekuatan berlakunya pada Tatahukum Penjajahan.
            Proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagai norma – pertama dari Tatahukum yang baru, yaitu Tatahukum Indonesia, tidak pula dapat dicari kekuatan berlakunya kepada salah satu norma/aturan/ketentuan dari Tatanan – hukum yang sebelumnya, yaitu Tatanan – hukum pihak penjajah, entah itu Tatanan – hukum tentara pendudukan balatentara Jepang ataupun Tatanan – hukum Hindia Belanda.
            Dasar kekuatan berlakunya Proklamasi Kemerdekaan ini ialah penerimaan dari rakyatnya, serta kesanggupannya untuk selalu memperjuangkannya hingga akhir zaman. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia adalah merupakan perwujudan formal dari salah satu gerakan revolusi Bangsa Indonesia untuk menyatakan baik kepada diri kita sendiri maupun kepada dunia luar (dunia internasional), bahwa Bangsa Indonesia mulai pada saat itu telah mengambil sikap untuk menentukan bangsa dan nasib tanah air di dalam tangan bangsa sendiri, yaitu mendirikan negara sendiri termasuk antara lain Tatahukum dan Tatanegaranya.

d) Pancasila adalah merupakan sumber dari segala sumber hukum dalam Tatahukum Indonesia.
            Di dalam memorandumnya Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong yang telah diterima oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dengan Ketetapannya MPRS No. XX/MPRS/1966, dikemukakan bahwa Pancasila adalah merupakan “sumber dari segala sumber hukum Indonesia”.
            Pancasila sebagai segala sumber hukum Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam Memorandum Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong, maka di sini yang dimaksudkan ialah sumber dari segala sumber dalam arti “material”, yaitu sebagai pandangan hidup, kesadaran dan cita – cita hukum serta cita – cita moral luhur yang meliputi suatu kejiwaan serta watak dari bangsa Indonesia, yang merupakan cita – cita bangsa Indonesia yang sudah sejak dahulu kala yang kemudian pada tanggal 8 Agusrus 1945 dimurnikan dan dipadatkan menjadi Dasar Negara ialah Pancasila, yang merupakan inti dari Pembukaan UUD 1945. Jadi sebenarnya Proklamasi itu merupakan salah satu perwujudan formal di mana merupakan suatu pernyataan, bahwa mulai saat itu Bangsa Indonesia membentuk Negara Republik Indonesia, sebagai alat lebih lanjut dalam merealisasikan tujuan perjuangaannya.



DAFTAR PUSTAKA

Joeniarto, SH. tt. Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia. Bina Aksara. Jakarta.

Sumarmo, AJ, Drs. 1991. Pendudukan Jepang dan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. IKIP Semarang Press. Semarang.

Sudiyo, Drs. 2002.Pergerakan Nasional Mencapai Kemerdekaan & Mempertahankan Kemerdekaan. Rineka Cipta. Jakarta.






















Tidak ada komentar:

Posting Komentar